Rabu, 11 Mei 2016

Download Kitab Sofwatuz Zubad Karya Ibnu Ruslan

Download kitab Sofwatuz Zubad Karya Ibnu Ruslan


بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين وصلى الله على سيدنا محمد النبي الأمي وآله الطاهرين وصحابته أجمعين
http://i0.wp.com/archive.org/download/kajian-kitab-shofwatuz-zubad-karya-ibnu-ruslan/kajian-kitab-shofwatuz-zubad-karya-ibnu-ruslan.jpg?ssl=1
Klik Di Sini Untuk Download
Kitab Shofwatuz Zubad (صفوة الزبد) merupakan sebuah kitab fiqih asy-Syafi’iyyah yang berbentuk nadzom atau syair-syair yang terdiri dari seribu bait lebih. Berisikan himpunan ajaran-ajaran pilihan dari berbagai kitab yang ada yang dikumpulkan dari berbagai pandangan ulama. Kitab ini banyak diajarkan di pondok-pondok pesantren salafiyyah dan dikenal sebagai kitab Alfiyah Zubad Ibnu Ruslan dikarenakan ada seribuan bait nadzom syair di dalamnya.
Ibnu Ruslan sendiri adalan nama sang penyusun kitab Shofwatuz Zubad. Nama lengkapnya al-Imam Syihabuddin Abul ‘Abbas Ahmad bin Husain bin Hasan bin ‘Ali Ibnu Ruslan asy-Syafi’i (w 844 H). Beliau lahir di Ramallah Palestina, tinggal di Baitul Maqdis Palestina dan wafat di Baitul Maqdis Palestina.
Kitab Zubad memang terkenal sebagai kitab Fiqih, akan tetapi di dalamnya juga mengandung materi bab Tauhid dan Tasawuf. Secara umum kitab Zubad dapat kita bagi menjadi 3 bagian, yakni bagian bab Aqidah/ Tauhid (al-Muqaddimah fi ‘Ilm al-Ushul) di bagian awal, bab Fiqih asy-Syafi’iyyah di bagian tengah, dan bab Tasawuf (al-Khatimah fi ‘Ilm al-Tashawwuf) di bagian akhir kitab. Sehingga kalau kita mempelajari kitab Zubad maka lengkap dan sempurnalah ilmu yang kita pelajari karena dalam satu kitab itu sudah mencakup semua materi dasar yang mesti diketahui sebagai umat Islam, yaitu Aqidah, Fiqih, dan Tasawuf.

Tafsir Ibnu Katsir Surat Luqman Ayat 12


{وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (12) }
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.”
Ulama Salaf berselisih pendapat tentang Luqman, apakah dia seorang nabi ataukah seorang hamba yang saleh saja tanpa predikat nabi? Ada dua pendapat mengenainya; kebanyakan ulama mengatakan bahwa dia adalah seorang hamba yang saleh, bukan seorang nabi.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-Asy'as, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak dari negeri Habsyah (Abesenia) dan seorang tukang kayu.
Qatadah telah meriwayatkan dari Abdullah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Jabir ibnu Abdullah, "Sampai seberapakah pengetahuanmu tentang Luqman?" Jabir ibnu Abdullah menjawab, bahwa Luqman adalah seorang yang berperawakan pendek, berhidung lebar (tidak mancung) berasal dari Nubian.
Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari telah meriwayatkan dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Luqman berasal dari daerah pedalaman Mesir (berkulit hitam) dan berbibir tebal. Allah telah memberinya hikmah, tetapi tidak diberi kenabian.
Al-Auza'i mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Harmalah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki berkulit hitam datang kepada Sa'id ibnul Musayyab meminta-minta kepadanya. Maka Sa'id ibnul Musayyab menghiburnya, "Jangan kamu bersedih hati karena kamu berkulit hitam, karena sesungguhnya ada tiga orang manusia yang terbaik berasal dari bangsa kulit hitam, yaitu Bilal, Mahja' maula Umar ibnul Khattab, dan Luqmanul Hakim yang berkulit hitam, berasal dari Nubian dan berbibir tebal."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Abul Asy-hab, dari Khalid Ar-Rab'i yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak Habsyah, seorang tukang kayu. Majikannya berkata kepadanya, "Sembelihkanlah kambing ini buat kami!" Maka Luqman menyembelih kambing itu. Lalu si majikan berkata, "Keluarkanlah dua anggota jeroannya yang paling baik." Maka Luqman mengeluarkan lidah dan hati kambing itu, sesudah itu Luqman tinggal selama masa yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian majikannya kembali memerintahkannya, "Sembelihkanlah kambing ini buat kami!" Maka Luqman menyembelihnya, dan si majikan berkata kepadanya, "Keluarkanlah dua anggota jeroannya yang paling buruk," maka Luqman mengeluarkan lidah dan hati kambing itu. Si majikan bertanya kepadanya, "Aku telah memerintahkan kepadamu untuk mengeluarkan dua anggota jeroannya yang terbaik, dan kamu mengeluarkan keduanya. Lalu aku perintahkan lagi kepadamu untuk mengeluarkan dua anggotanya yang paling buruk, ternyata kamu masih tetap mengeluarkan yang itu juga, sama dengan yang tadi." Maka Luqman menjawab, "Sesungguhnya tiada sesuatu anggota pun yang lebih baik daripada keduanya jika keduanya baik, dan tiada pula yang lebih buruk daripada keduanya bila keduanya buruk."
Syu'bah telah meriwayatkan dari Al-Hakam, dari Mujahid, bahwa Luqman adalah seorang hamba yang saleh, bukan seorang nabi.
Al-A'masy mengatakan, Mujahid telah mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak berkulit hitam dari Habsyah, berbibir tebal, dan berkaki besar. Dia seorang qadi di kalangan kaum Bani Israil.
Selain Mujahid menyebutkan bahwa Luqman adalah seorang qadi di kalangan kaum Bani Israil di masa Nabi Daud a.s.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qais yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang budak berkulit hitam, berbibir tebal, dan bertelapak kaki lebar. Lalu ia kedatangan seorang lelaki saat ia berada di majelis sedang berbincang-bincang dengan orang banyak. Maka lelaki itu bertanya kepadanya, "Bukankah kamu yang pernah menggembalakan kambing bersamaku di tempat anu dan anu?" Luqman menjawab, "Benar." Lelaki itu bertanya, "Lalu apakah yang membuatmu menjadi seorang yang terhormat seperti yang kulihat sekarang?" Luqman menjawab, "Jujur dalam berkata, dan diam tidak ikut campur terhadap apa yang bukan urusanku."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Yazid, dari Jabir yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah mengangkat Luqmanul Hakim (ke kedudukan yang tinggi) berkat hikmah (yang dianugerahkan-Nya). Pernah ada seorang lelaki yang mengenalnya di masa lalu bertanya, "Bukankah kamu budak si Fulan yang dahulu menggembalakan ternak kambingnya?" Luqman menjawab, "Benar." Lelaki itu bertanya, "Lalu apakah yang menghantarkanmu dapat mencapai kedudukan seperti yang kulihat sekarang?" Luqman menjawab, "Takdir Allah, menunaikan amanat, berkata jujur, dan tidak ikut campur terhadap apa yang bukan urusanku."
Semua asar ini antara lain menjelaskan bahwa Luqman bukanlah seorang nabi, dan sebagian lainnya mengisyaratkan ke arah itu (seorang nabi). Dikatakan bahwa dia bukan seorang nabi karena dia adalah seorang budak; hal ini bertentangan dengan sifat seorang nabi, mengingat semua rasul dilahirkan dari kalangan terpandang kaumnya. Karena itulah maka jumhur ulama Salaf menyatakan bahwa Luqman bukanlah seorang nabi.
Sesungguhnya pendapat yang mengatakan bahwa dia adalah seorang nabi hanyalah menurut riwayat yang bersumber dari Ikrimah jika memang sanadnya sahih bersumber darinya. Riwayat tersebut dikemukakan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui Waki', dari Israil, dari Jabir, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang nabi. Jabir yang disebutkan dalam sanad riwayat ini adalah Ibnu Yazid Al-Ju'fi, seorang yang berpredikat daif, hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Abdullah ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Ayyasy Al-Qatbani, dari Umar maula Gafrah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki berdiri di hadapan Luqmanul Hakim, lalu bertanya, "Bukankah engkau adalah Luqman budak Banil Has-sas?" Luqman menjawab, "Ya." Lelaki itu bertanya lagi, "Bukankah engkau pernah menggembalakan kambing?" Luqman menjawab, "Ya." Lelaki itu bertanya lagi, "Bukankah kamu berkulit hitam?" Luqman menjawab, "Adapun warna hitam kulitku ini jelas, lalu apakah yang mengherankanmu tentang diriku?" Lelaki itu menjawab, "Orang-orang banyak yang duduk di hamparanmu, dan berdesakan memasuki pintumu, serta mereka rida dengan ucapanmu." Luqman berkata, "Hai Saudaraku, jika engkau mau mendengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu, tentu kamu pun dapat seperti diriku." Luqman melanjutkan perkataannya, "Aku selalu menundukkan pandangan mataku (dari hal-hal yang diharamkan), lisanku selalu kujaga, makananku selalu bersih (halal), kemaluanku aku jaga (tidak melakukan zina), aku selalu jujur dalam perkataanku, semua janjiku selalu kutepati, tamu-tamuku selalu kumuliakan, para tetanggaku selalu kuhormati, dan aku tidak pernah melakukan hal yang tidak perlu bagiku. Itulah kiat yang menghantarkan diriku kepada kedudukanku sekarang seperti yang kamu lihat."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Waqid, dari Abdah ibnu Rabah, dari Rabi'ah, dari Abu Darda, bahwa ia pernah bercerita di suatu hari yang antara lain mengisahkan perihal Luqmanul Hakim. Lalu ia mengatakan bahwa apa yang diberikan kepada Luqman bukan berasal dari keluarga, harta, kedudukan, bukan pula dari jasanya; melainkan dia adalah seorang yang pendiam, suka bertafakkur, dan tajam pandangannya. Dia tidak pernah tidur di siang hari, dan belum pernah ada seseorang melihatnya meludah, tidak pernah mengeluarkan ingus, tidak pernah kelihatan kencing, buang air besar dan mandi, juga tidak pernah bercengkrama serta tidak pernah tertawa. Dia tidak pernah mengulangi perkataan yang telah diucapkannya, melainkan hanya kata-kata bijak yang diminta oleh seseorang agar ia mengulanginya. Dia pernah kawin dan mempunyai banyak anak, tetapi mereka mati semuanya dan dia tidak menangisi kematian mereka (bersabar). Dia sering mendekati penguasa dan hakim-hakim untuk menimba pengalaman dan memikirkannya serta mengambil pelajaran darinya. Karena itulah maka ia berhasil meraih kedudukan yang diperolehnya.
Disebutkan dalam suatu asar yang garib bersumber dari Qatadah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Yahya ibnu Ubaid Al-Khuza'i, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, dari Qatadah yang mengatakan bahwa Allah menyuruh Luqman memilih antara hikmah dan kenabian. Maka Luqmanul Hakim memilih hikmah, tidak mau memilih kenabian.
Qatadah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Jibril mendatanginya saat ia sedang tidur. Jibril menaburkan kepadanya atau mencipratkan kepadanya hikmah itu. Pada pagi harinya Luqman dapat mengucapkan kata-kata hikmah.
Sa'id mengatakan, Qatadah pernah berkata bahwa dikatakan kepada Luqman, "Mengapa engkau memilih hikmah atau ditaburi hikmah, padahal Tuhanmu menyuruhmu memilih?" Maka Luqman menjawab, "Seandainya aku diharuskan menjadi nabi, tentulah aku berharap beroleh keberhasilan dan tentu pula aku berharap dapat menunaikan tugas risalahku sebaik-baiknya. Tetapi ternyata Dia menyuruhku memilih, maka aku merasa khawatir bila tidak mampu menjalankan tugas kenabian. Karena itulah maka hikmah lebih aku sukai."
Ini merupakan riwayat melalui jalur Sa’id ibnu Basyir, dia berpredikat agak daif dan para ulama hadis banyak yang membicarakan kelemahan­nya. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Menurut riwayat Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman. (Luqman: 12) Bahwa yang dimaksud dengan hikmah ialah pengetahuan tentang agama Islam, dan dia bukanlah seorang nabi yang diberi wahyu.
********
Firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ}
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman. (Luqman: 12)
Yakni pemahaman, ilmu, dan ungkapan.
{أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ}
yaitu, "Bersyukurlah kepada Allah.” (Luqman: 12)
Kami perintahkan kepadanya untuk bersyukur kepada Allah atas apa yang telah Dia anugerahkan kepadanya berupa keutamaan yang secara khusus hanya diberikan kepadanya, bukan kepada orang lain yang sezaman dengannya.
{وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ}
Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri. (Luqman: 12)
Artinya, sesungguhnya manfaat dan pahala dari bersyukur itu kembali kepada para pelakunya, karena ada firman Allah Swt. yang menyebutkan:
{وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلأنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ}
dan barang siapa yang beramal saleh, maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan). (Ar-Rum: 44)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ}
dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (Luqman: 12)
Yaitu Mahakaya, tidak memerlukan hamba-hamba-Nya. Dia tidak kekurangan, walaupun mereka tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Seandainya semua penduduk bumi ingkar kepada nikmat-Nya, maka sesungguhnya Dia Mahakaya dari selain-Nya, tidak ada Tuhan selain Dia, dan kami tidak menyembah selain hanya kepada-Nya.

Maha Benar Allah dengan segala Firman - Nya

Selasa, 10 Mei 2016

Deklarasi NU

Inilah Naskah Lengkap Deklarasi Nahdlatul Ulama kepada Dunia
Ketum PBNU KH said Aqil Siroj di forum Isomil di JCC, Jakarta.
Selasa, 10 Mei 2016 17:31

Pengurus Besar Nadlaltul Ulama (PBNU) menerbitkan “Deklarasi Nahdlatul Ulama” dalam International Summit of Moderate Islamic Leaders (Isomil) di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, yang dihelat sejak Senin (9/5).

Deklarasi tersebut dibacakan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Selasa (10/9) sore, di hadapan para ulama dari berbagai negara. Naskah deklarasi dirumuskan setelah PBNU menggelar pertemuan terbatas dengan para ulama itu pada siang harinya.

Berikut naskah lengkah “Deklarasi Nahdlatul Ulama” di ujung forum internasional yang mengusung tema “Islam Nusantara, Inspirasi untuk Peradaban Dunia” ini:

Deklarasi Nahdlatul Ulama 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
 (الأنبياء: 107)

“Kami (Allah) tidak mengutus engkau (Muhammad) kecuali sebagai pembawa rahmat bagi semesta” (QS. Al-Anbiya`: 107)

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
 (الإسراء: 70)

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (QS. Al-Isra`: 70)

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ 
(الحج:78)

“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama” (QS. Al-Hajj: 78)

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ 
(رواه البيهقي)

“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia” (HR. Al-Baihaqi)

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلا مُتَعَنِّتًا ، وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرً 
(رواه مسلم)

“Sesungguhnya Allah tidak mengutusku (Muhammad) sebagai orang yang mempersulit atau memperberat para hamba. Akan tetapi Allah mengutusku sebagai pengajar yang memudahkan (HR. Muslim).

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ النَّاسُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى دِمَائِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ 
(رواه النسائ)

“Seorang muslim sejatinya adalah orang yang seluruh manusia selamat dari lisan dan tangannya. Sedang seorang mukmin adalah orang yang mendatangkan rasa aman kepada orang lain dalam darah dan hartanya” (HR. An-Nasai)

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الرِفْقَ فِى الْأَمْرِ كُلِّهِ (متفق عليه)

“Sesungguhnya Allah menyukai kelembutan dalam semua urusan” (Muttafaq ‘Alaih)

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

“Orang-orang yang menyayangi sesama, Sang Maha Penyayang menyayangi mereka. Sayangilah semua penduduk bumi niscaya penduduk langit akan menyayangimu” (HR. At-Tirmidzi)

قَالَ بْنُ بَطَّالٍ فِيهِ الحَضُّ عَلَى اسْتِعْمَالِ الرَّحْمَةِ لِجَمِيعِ الخَلقِ فَيَدْخُلُ الْمُؤْمِنُ وَالْكَافِرُ وَالْبَهَائِمُ الْمَمْلُوكُ مِنْهَا وَغَيْرُ الْمَمْلُوكِ وَيَدْخُلُ فِي الرَّحْمَةِ التَّعَاهُدُ بِالْإِطْعَامِ وَالسَّقْيِ وَالتَّخْفِيفُ فِي الْحَمْلِ وَتَرْكُ التَّعَدِّي بِالضَّرْبِ 
(انظر ابن حجر العسقلاني، فتح الباري بشرح صحيح البخاري، بيروت-دار المفرفة، 1379هـ، ج، 10، ص. 440)

“Ibnu Baththal berkata: ‘Hadits ini mengandung anjuran kuat untuk bersikap penuh kasih sayang terhadap semua makhluk, baik mukmin maupun kafir, binatang piaraan maupun binatang liar, dan termasuk juga di dalamnya adalah komitmen untuk memberikan bantuan makanan dan minuman (kepada yang membutuhkan), meringankan beban, dan menghindari berbuat kekerasan terhadap seluruh makhluk” (Lihat, Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarhi Shahih al-Bukhari, Bairut-Dar al-Ma’rifah, 1379 H, juz, XI, h. 440) 

مِنَ الْمَعْلُوْمِ اَنَّ النَّاسَ لاَبُدَّ لَهُمْ مِنَ اْلاِجْتِمَاعِ وَالْمُخَالَطَةِ ِلأَنَّ الْفَرْدَ الْوَاحِدَ لاَيُمْكِنُ اَنْ يَسْتَقِلَّ بِجَمِيْعِ حَاجَاتِهِ، فَهُوَ مُضْظَرٌّ بِحُكْمِ الضَّرُوْرَة اِلَى اْلاِجْتِمَاعِ الَّذِيْ يَجْلِبُ اِلَى اُمَّتِهِ الْخَيْرَ وَيَدْفَعُ عَنْهَا الشَّرَّ وَالضَّيْرَ. فَاْلإِتِّحَادُ وَارْتِبَاطُ الْقُلُوْبِ بِبَعْضِهَا وَتَضَافُرُهَا عَلَى اَمْرِ وَاحِدٍ وَاجْتِمَاعُهَا عَلَى كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ مِنْ أَهَمِّ اَسْبَابِ السَعَادَةِ وَاَقْوَى دَوَاعِى الْمَحَبَّةِ وَاْلمَوَدَّةِ. وَكَمْ ِبهِ عُمِّرَتِ البِلاَدُ وَسَادَتِ الْعِبَادُ وَانْتَشَرَ الْعِمْرَانُ وَتَقَدَّمَتِ اْلاَوْطَانُ وَاُسِّسَتِ الْمَمَالِكُ وسُهِّلَتِ المسَاَلِكُ وَكَثُرَ التَّوَاصُلُ اِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنْ فَوَائِدِ اْلاِتِّحَادِ الَّذِيْ هُوَ اَعْظَمُ الْفَضَائِلِ وَأَمْتَنُ اْلاَسْبَابِ وَالْوَسَائِلِ
 (الرئيس الأكبر لجمعية نهضة العلماء الشيج العالم العلامة هاشم أشعري, مقدمة القانون الأساسي لجمعية نهضة العلماء)

“Telah dimaklumi bahwa manusia niscaya bermasyarakat, bercampur dengan yang lain; sebab tak mungkin seorang pun mampu sendirian memenuhi segala kebutuhan--kebutuhannya. Maka mau tidak mau ia harus bermasyarakat dalam cara yang membawa kebaikan bagi umatnya dan menolak ancaman bahaya dari padanya. Karena itu, persatuan, ikatan batin satu dengan yang lain, saling bantu dalam memperjuangkan kepentingan bersama dan kebersamaan dalam satu kata adalah sumber paling penting bagi kebahagiaan dan faktor paling kuat bagi terciptanya persaudaraan dan kasih sayang. Berapa banyak negara-negara yang menjadi makmur, hamba-hamba menjadi pemimpin yang berkuasa, pembangunan merata, negeri-negeri menjadi maju, pemerintah ditegakkan, jalan-jalan menjadi lancar, perhubungan menjadi ramai dan masih banyak manfaat-manfaat lain dari hasil persatuan merupakan keutamaan yang paling besar dan merupakan sebab dan sarana paling ampuh” (Rais Akbar Jamiyah Nahdlatul Ulama Hadlratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari, Muqaddimah Qanun Asasi)

Nahdlatul Ulama telah merampungkan munaadharah dalam “International Summit of Moderate Islamic Leaders” (Isomil), “Muktamar Internasional Para Pemimpin Islam Moderat”, yang diselenggarakan pada tanggal 9-11 Mei di Jakarta, Indonesia. Setelah berkonsultasi dan berdikusi secara ekstensif bersama banyak ahli dari berbagai bidang yang ikut serta dalam Muktamar ini, Nahdlatul Ulama berbulat hati menyiarkan “Deklarasi Nahdlatul Ulama” sebagai berikut: 

1.Nahdlatul Ulama menawarkan wawasan dan pengalaman Islam Nusantara kepada dunia sebagai paradigma Islam yang layak diteladani, bahwa agama menyumbang kepada peradaban dengan menghargai budaya yang telah ada serta mengedepankan harmoni dan perdamaian.

2.Nahdlatul Ulama tidak bermaksud untuk mengekspor Islam Nusantara ke kawasan lain di dunia, tapi sekadar mengajak komunitas-komunitas Muslim lainnya untuk mengingat kembali keindahan dan kedinamisan yang terbit dari pertemuan sejarah antara semangat dan ajaran-ajaran Islam dengan realitas budaya-budaya lokal di seantero dunia, yang telah melahirkan beragam peradaban-peradaban besar, sebagaimana di Nusantara. 

3.Islam Nusantara bukanlah agama atau madzhab baru melainkan sekadar pengejawantahan Islam yang secara alami berkembang di tengah budaya Nusantara dan tidak bertentangan dengan syari’at Islam sebagaimana dipahami, diajarkan dan diamalkan oleh kaum Ahlussunnah wal Jama’ah di seluruh dunia. 

4.Dalam cara pandang Islam Nusantara, tidak ada pertentangan antara agama dan kebangsaan. Hubbul watan minal iman: “Cinta tanah air adalah bagian dari iman.” Barangsiapa tidak memiliki kebangsaan, tidak akan memiliki tanah air. Barangsiapa tidak memiliki tanah air, tidak akan punya sejarah.

5.Dalam cara pandang Islam Nusantara, Islam tidak menggalang pemeluk-pemeluknya untuk menaklukkan dunia, tapi mendorong untuk terus-menerus berupaya menyempurnakan akhlaqul karimah, karena hanya dengan cara itulah Islam dapat sungguh-sungguh mewujud sebagai rahmat bagi semesta alam (Rahmatan lil ‘Alamin).

6.Islam Nusantara secara teguh mengikuti dan menghidupkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam yang mendasar, termasuk tawassuth (jalan tengah, yaitu jalan moderat), tawaazun (keseimbangan; harmoni), tasaamuh (kelemah-lembutan dan kasih-sayang, bukan kekerasan dan pemaksaan) dan i‘tidaal (keadilan).

7.Sebagai organisasi Ahlussunnah wal Jama’ah terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama berbagi keprihatinan yang dirasakan oleh sebagian besar warga Muslim dan non-Muslim di seluruh dunia, tentang merajalelanya ekstremisme agama, teror, konflik di Timur Tengah dan gelombang pasang Islamofobia di Barat. 

8.Nahdlatul Ulama menilai bahwa model-model tertentu dalam penafsiran Islamlah yang merupakan faktor paling berpengaruh terhadap penyebaran ekstremisme agama di kalangan umat Islam.

9.Selama beberapa dekade ini, berbagai pemerintah negara di Timur Tengah telah mengeksploitasi perbedaan-perbedaan keagamaan dan sejarah permusuhan di antara aliran-aliran yang ada, tanpa mempertimbangkan akibat-akibatnya terhadap kemanusiaan secara luas. Dengan cara mengembuskan perbedaan-perbedaan sektarian, negara-negara tersebut memburu soft power (pengaruh opini) dan hard power (pengaruh politik, ekonomi serta militer) dan mengekspor konflik mereka ke seluruh dunia. Propaganda-propaganda sektarian tersebut dengan sengaja memupuk ekstremisme agama dan mendorong penyebaran terorisme ke seluruh dunia. 

10.Penyebaran ektremisme agama dan terorisme ini secara langsung berperan menciptakan gelombang pasang Islamofobia di kalangan non-Muslim.

11.Pemerintahan negara-negara tertentu di Timur Tengah mendasarkan legitimasi politiknya diambil justru dari tafsir-tafsir keagamaan yang mendasari dan menggerakkan ekstremisme agama dan teror. Ancaman ekstremisme agama dan teror dapat diatasi hanya jika pemerintahan-pemerintahan tersebut bersedia membuka diri dan membangun sumber-sumber alternatif bagi legitimasi politik mereka. 

12.Nahdlatul Ulama siap membantu dalam upaya ini.

13.Realitas ketidakadilan ekonomi dan politik serta kemiskinan massal di dunia Islam turut menyumbang pula terhadap berkembangnya ekstremisme agama dan terorisme. Realitas tersebut senantiasa dijadikan bahan propaganda ekstremisme dan terorisme, sebagai bagian dari alasan keberadaannya dan untuk memperkuat ilusi masa depan yang dijanjikannya. Maka masalah ketidakadilan dan kemiskinan ini tak dapat dipisahkan pula dari masalah ektremisme dan terorisme. 

14.Walaupun maraknya konflik yang meminta korban tak terhitung jumlahnya di Timur Tengah seolah-olah tak dapat diselesaikan, kita tidak boleh memunggungi masalah ataupun berlepas diri dari mereka yang menjadi korban. Nahdlatul Ulama mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengambil peran aktif dan konstruktif dalam mencari jalan keluar bagi konflik multi-faset yang merajalela di Timur Tengah.

15.Nahdlatul Ulama menyeru siapa saja yang memiliki iktikad baik dari semua agama dan kebangsaan untuk bergabung dalam upaya membangun konsensus global untuk tidak mempolitisasi Islam, dan memarjinalkan mereka yang hendak mengeksploitasi Islam sedemikian rupa untuk menyakiti sesama.

16.Nahdlatul Ulama akan berjuang untuk mengonsolidasikan kaum Ahlussunnah wal Jama’ah sedunia demi memperjuangkan terwujudnya dunia di mana Islam dan kaum Muslimin sungguh-sungguh menjadi pembawa kebaikan dan berkontribusi bagi kemaslahatan seluruh umat manusia. 

Jakarta, 10 Mei 2016
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Ketua Umum 

Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, MA        

Sekretaris Jenderal
Dr. Ir. Helmi Faisal Zaini
                                       

Rais ‘Aam
Dr. K.H. Ma’ruf Amin

Katib ‘Aam
K.H. Yahya Cholil Staquf

أهـــــــلاوســــهلا بقــدومكم فى هذاالمعهدتربيةالإسلاميةالمخــــتر فرانتي أسمباڮوس ستوبوندوجاوي المشرق إندونسيا